Pemalsuan Sertifikat Tanah: Hukum dan Aturannya di Indonesia

Saat ini mungkin sering kita lihat di media tentang mafia tanah yang sangat meresahkan karena memiliki modus operasi yang terstruktu dalam melakukan pemalsuan sertifikat tanah.

Pemerintah pun tidak tinggal diam dengan melakukan reformasi agraria dan percepatan proses restrukturisasi (penataan ulang susunan) kepemilikan, penguasaan, dan penggunaan sumber-sumber agraria (khususnya tanah).Namun pada praktik di lapangan, masih ada saja korban dari pemalsuan sertifikat tanah dan sering kali mereka tidak paham hukum.

Pada artikel kali ini kami akan membahas kasus pemalsuan sertifikat tanah beserta ancaman hukumannya bersama rekan Pengacara kami, Redho Purnomo, S.H., M.H dari RPP LAWYERS.

Isu Tanah di Indonesia

Isu tanah merupakan isu sensitif karena tidak hanya melibatkan kepemilikan dan penegakan hukum, tetapi juga politik. Dasar hukum pertanahan nasional mempunyai landasan hukum dengan tujuan tunggal. Kemakmuran rakyat sebesar-besarnya melalui mekanisme penguasaan negara, kemudian dikembangkan dan diperluas UU No. 5 Tahun 1960 terkait Peraturan Dasar Pertanahan (UU Pokok Agraria).

Permasalahan pertanahan memerlukan perlakuan dan perhatian khusus dari berbagai pihak karena pembangunan saat ini berlangsung di tempat yang berbeda, oleh karena itu hak atas tanah harus dijamin. Untuk menghindari perselisihan antara mereka yang membutuhkan tanah, maka dikeluarkanlah suatu keputusan nasional yang mengatur segala kegiatan pertanahan, terantum pada UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Pertanahan.

Di antara berbagai permasalahan tersebut, salah satunya adalah masalah sertifikat atau pemalsuan surat tanah yang sampai saat ini belum terselesaikan di tingkat Kantor Pertanahan Negara. Dalam hal ini, negara dapat menjamin kepastian hukum dalam hal pemilikan dan pemilikan tanah, sehingga batas dan letak setiap harta benda menjadi salah satu faktor terpenting yang tidak dapat diabaikan.

Hak milik, hak pakai hasil, hak guna bangunan, hak pakai hasil, hak sewa, hak hak peningkatan tanah, dan hak hasil pemungutan hutan semuanya tercantum di Pasal 16 UU Pertanahan. Oleh karena itu, pemegang hak atas tanah dapat memperoleh hak pakai atas tanah tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Faktanya, hingga saat ini pelaksanaan pendaftaran tanah terus berlanjut terlaksana, jumlah sebenarnya bidang lahan yang telah didaftarkan di Indonesia adalah sekitar 85 juta bidang tanah yang jumlahnya mencapai 31% dari seluruh bidang lahan.

Baca juga: Aturan Nikah Siri Menurut Hukum di Indonesia

Aturan Hukum Pemalsuan Sertifikat Tanah di Indonesia

Tindak pidana seperti pemalsuan surat memiliki konsekuensi hukum yang tidak hanya berdampak pada pelaku dan korban. Jadi, secara umum apa yang tercantum dalam Pasal 263 KUHP dapat dikriminalisasi. Jika seseorang melakukan tindak pidana pemalsuan surat, maka dapat berdampak negatif terhadap apa yang telah dilakukannya.

pemalsuan sertifikat tanah redho

Lebih lanjut menurut Redho Purnomo, S.H., M.H dari RPP LAWYERS., akibat dari tindak pidana berupa pemalsuan surat dapat dilihat dari dua sudut pandang.

Pertama, selain kerugian langsung, kerugian materil dapat diukur dari besarnya uang yang ditanggung masyarakat. Pihak yang dirugikan secara tidak langsung akibat biaya yang dikeluarkan selama proses peradilan pidana antara lain pihak yang terlibat
di pengadilan, kepolisian, kejaksaan, dan lembaga pemasyarakatan.

Sedangkan kerugian immaterial adalah masyarakat yang mengalami ancaman ketakutan, ketidakpercayaan terhadap penegakan hukum, dan hilangnya rasa aman. Ada berbagai akibat hukum dalam ilmu hukum seperti:

  • Akibat hukum berupa timbul, berubahnya atau lenyapnya “suatu keadaan hukum”
  • Akibat hukum berupa terciptanya, berubahnya atau lenyapnya “hubungan hukum
    tertentu”
  • Akibat hukum berupa sanksi

Pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHP mencantumkan pelanggaran pemalsuan dokumen dan termasuk:

Ayat (1)Setiap orang yang memalsukan atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perjanjian, pelunasan utang, serta yang dimaksudkan sebagai bukti suatu hal, bermaksud menggunakan atau menyuruh orang lain untuk menggunakan surat itu. sebagai bukti jika isinya benar dan tidak dipalsukan, jika Penggunaan di atas akan menimbulkan kerugian karena pemalsuan dokumen, dan diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 6 tahun.”

Ayat (2)Barang siapa sengaja menggunakan surat palsu atau palsu untuk berpura-pura bahwa surat itu asli, jika penggunaan surat itu dapat menimbulkan kerugian, hukuman yang sama berlaku.”

Dalam Pasal 263, lanjut Redho, terdapat dua kejahatan yang masing-masing diuraikan ayat 1 dan ayat 2. Pada ayat (1) memiliki unsur-unsur antara lain:

Unsur objektif/tujuan, yang terbagi menjadi dua bagian. Pertama, perbuatan tersebut melibatkan pemalsuan dan pemalsuan dokumen. Kedua, benda itu adalah surat yang dapat menimbulkan suatu hak, menimbulkan pelunasan utang, dan dimaksudkan sebagai bukti suatu hak.

Unsur subyektif dimana maksudnya adalah untuk memanfaatkan atau menyuruh orang lain seolah-olah isinya benar dan tidak dibuat-buat.

Pasal 263 ayat (2) KUHP, sebaliknya, mengandung dua unsur. Pertama, unsur tujuan, yang meliputi perbuatan menggunakan,
benda (surat palsu dan memalsukan surat), dan pemakaian, dapat mengakibatkan kerugian. Dua elemen subyektif itu disengaja, unsur ini mengarang dan memalsukan huruf, dan kedua istilah tersebut memiliki arti yang berbeda.

Perbedaan antara membuat surat palsu dengan membuat surat palsu sebagian atau seluruhnya dibuat sebelum perbuatan itu dilakukan.

Disisi lain, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 195-196) menjelaskan bentuk-bentuk pemalsuan surat dalam Pasal 263 KUHP sebagai berikut :

  • Membuat surat palsu: membuat isinya bukan semestinya (tidak benar), atau membuat surat sedemikian rupa sehingga menunjukkan asal surat itu tidak benar;
  • Memalsu surat: mengubah surat sedemikian rupa sehingga isinya menjadi lain dari isi yang asli. Caranya bermacam-macam, tidak senantiasa surat itu diganti dengan yang lain, dapat pula dengan cara mengurangkan, menambah atau merubah sesuatu dari surat itu;
  • Memalsu tanda tangan juga termasuk pengertian memalsu surat pasal ini;
  • Demikian pula penempelan foto orang lain dari pemegang yang berhak (misalnya foto dalam ijazah sekolah) harus dipandang sebagai pemalsuan surat.

Baca juga: Aturan Nikah Siri Menurut Hukum di Indonesia

Hukuman Pidana untuk Para Pelaku Pemalsuan Surat Sertifikat Tanah

Masih menurut Redho, setiap pelanggaran terhadap ketentuan hukum mengikat pelakunya.

Pasal 263 sd 268 KUHP berlaku bagi pelaku yang melakukan tindak pidana berupa surat palsu, dan terhadap perbuatan pemalsuan surat yang membahayakan orang lain. Berikut pasal yang mungkin akan dikenakan:

  • Pertama di Pasal 263 ayat 1 dan 2… memberikan ancaman hukuman penjara paling lama 6 tahun dan pidana yang sama, dengan ketentuan bahwa barang siapa orang yang dengan sengaja menggunakan surat-surat palsu/dipalsukan, maka hukumannya sama berlaku jika penggunaan tersebut dapat mengakibatkan kerugian.
  • Kedua, menurut Pasal 264 ayat 1 yaitu pemalsuan terhadap akta-akta autentik, dan Pasal 264 ayat 2 KUHP yaitu memakai atau menggunakan surat palsu yang dimaksud pada ayat 1, hukuman maksimal delapan tahun penjara.
  • Lalu Pasal 266 KUHP yaitu memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta autentik.

chat whatsapp

Baca juga: Apakah Hutang Bisa Diwariskan? Ini Jawaban Pengacara

Memliki Masalah Terkait Sertifikat Tanah yang Palsu?

Menghadapi masalah dengan sertifikat tanah palsu adalah situasi yang sangat serius dan bisa mengancam kepemilikan properti Anda. Redho Purnomo, S.H., M.H. dari RPP LAWYERS adalah jasa pengacara yang berpengalaman dalam menangani kasus-kasus semacam ini.

Kami siap memberikan bantuan hukum terbaik untuk melindungi hak properti Anda. Tim kami yang berdedikasi akan bekerja keras untuk menyelidiki dan mengatasi sertifikat tanah palsu, memastikan bahwa Anda dapat mempertahankan kepemilikan Anda dengan aman dan legal.

Kami memahami betapa stresnya situasi seperti ini dan dampaknya terhadap kehidupan Anda. Dengan bantuan Redho Purnomo, S.H., M.H. dari RPP LAWYERS, Anda akan memiliki sekutu yang handal dalam menghadapi masalah ini. Kami akan membantu Anda memahami hak-hak Anda, menjalankan proses hukum dengan cermat, dan mencapai solusi yang adil.

Ringkasan Pengalaman Redho Purnomo, S.H., M.H.

  • Paralegal di LBH PILAR NUSA BOGOR tahun 2014 – 2016;
  • Direktur Non Litigasi di LBH PILAR NUSA BOGOR tahun 2016 – 2018;
  • Associate Lawyer di Kantor Hukum Kusnadi, SH & Partners tahun 2016 – 2018;
  • In House Lawyer di PT. JTRUST INVESTMENTS INDONESIA tahun 2018 – 2019;
  • Senior lawyer di Law Firm TM. Mangunsong & Partners tahun 2019 – 2020;
  • Founder & Managing Partner RPP LAWYERS tahun 2019 s/d sekarang

Pengalaman Organisasi:

  • Kader Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI) tahun 2013 – 2016;
  • Tim Hukum BALAD ADE YASIN Bupati Kab. Bogor tahun 2017 – 2018;
  • Divisi Penyumpahan & Perlindungan Profesi Advokat di DPC PERADI Kab. Bogor 2019 s/d sekarang;
  • Anggota Badan Penyuluhan & Pembelaan Hukum Pemuda Pancasila (BPPH PP) MPC Kab. Bogor 2021 s/d sekarang.